Mataram – Iklim demokrasi yang sehat apabila pilar demokrasi yang ada menjalankan fungsinya dengan baik, termasuk media massa sebagai pilar keempat demokrasi.
Ketua DPW SMSI Propinsi Nusa Tenggara Barat, H.M Syukur menilai, belakangan Pers melempem dalam menjalankan fungsi utamanya yakni pengawasan, padahal hakikat Pers itu hadir dalam rangka menjaga keseimbangan.
” Pekerja media atau insan Pers jangan merasa takut mengawal proses pembangunan yang ada, apalagi takut kehilangan rejeki jika menyoroti kinerja Pemerintah, semua ada aturan mainnya,” ujar H.M Syukur
Diingatkan wartawan senior ini, jika Pers jalankan fungsinya dengan baik dan benar tak ada yang perlu ditakutkan apalagi kehilangan rejeki, karena Pers tidak bekerja memojokkan pihak tertentu tetapi menjaga keseimbangan dalam fungsi pengawasan dan semua diatur dalam kode etik.
” Karya Jurnalistik itu kan berimbang, jadi Wartawan tidak bisa disalahkan soal menyoroti apapun terkait pembangunan, karena kode etiknya jelas,,” katanya.
Fenomena munculnya banyak media baru khususnya media online, ditenggarai sebagai pemicu melempemnya kinerja Pers, menurut HM Syukur banyak wartawan instan yang lahir tidak dari latar belakang dan pendidikan serta pelatihan yang mumpuni Soal Pers.
” Ini PR kita bersama organisasi Pers yang ada, kembali ke semangat awal mendirikan media dan usaha Pers, sesuai cita – cita reformasi,” imbuhnya.
Terakhir, HM Syukur menambahkan, peran Pers diera digitalisasi saat ini dengan maraknya penggunaan media social ditengah masyarakat, sejatinya menurut HM Syukur, Pers dan karya jurnalistik semakin diperlukan karena saat ini setiap individu sangat rentan mendapatkan informasi hoax melalui media social, belum lagi perilaku menghujat dan menyudutkan kerapkali muncul di beranda Medsos.
Menurut wartawan Senior di RRI itu, realitas hari ini terdapat media massa yang kurang berkenan melakukan kontrol sosial yang konstruktif terhadap kebijakan yang tidak populer karena ada kekhawatiran kue kerjasamanya hilang sehingga tidak ada sumber pendapatan yang berakibat pada matinya Perusahaan. Disamping harus berani mengkritik Parpol yang belum menjalankan tugas partai dalam melakukan pencerdasan politik masyarakat.
“Dalam melakukan montrol sosial yang konstruktif harus dibarengi dengan penerapan kode etik jurnalistik dan UU Pers dan ketentuan lain untuk menutup ruang gugatan hukum, tetap didasarkan atas fakta, data dan peristiwa yg diperkuat dengan disiplin verifikasi dan konfirmasi..check and recehek, triple cek..all cek…Wartawan harus sejahtera juga sehingga tidak rawan dgn persoalan pragmatism,” demikian ungkap Nasruddin Zein Ketua PWI NTB. (An/*).