Majalengka - Panduan Teknis Bawaslu RI perihal Perekrutan Panwascam dalam pedoman teknis dalam keterangan perubahan ke dua puluh dua menekankan pada bagian 5 huruf (g) pada keterangan a.bc kepada Bawaslu Kabupaten/Kota untuk menetapkan 3 besar perempuan, KIPP menilai pedoman tersebut tidak dipedomani oleh Bawaslu Kabupaten Majalengka.
Hamzah Ketua Komite Indipenden Pemantau Pemilu Majalengka merasa sangat miris dengan Bawaslu Majalengka yang tidak membuat perubahan paradigma pentingnya 30% Perempuan, tindakan ini menjadikan kebijakan affirmative action tang yang menekan adanya keterlibatan perempuan.
“ Sebelumnya pada sesi pendaftaran Panwascam yang harus diperpanjang dengan argumentasi belum terpenuhinya pendaftar perempuan, sebenarnya pada saat itu Bawaslu Majalengka bisa dimaksimalkan karena sudah memiliki resource perempuan di setiap Kecamatan yang lolos ke 6 besar, dalam merujuk pada panduan teknis menekankan harus lulus 3 besar yang diambil dari nilai ketiga tertinggi, Namun ini tidak berlaku untuk bawaslu majalengka” jelas Hamzah.
KIPP melihat pada putusan Penetapan Panwascam Nomor 60/KP.01.00/JB-12/10/22 ada 7-8 Kecamatan yang ada perempuannya lulus di 6 besar tetapi tidak bisa lolos menjadi tiga besar, ini merupakan sebuah persoalan yang tidak kunjung selesai terkait pemenuhan kuota 30% hanya ada dan akan terus menjadi wacana belaka.
“Dengan adanya seleksi Panwascam hari ini, kami menilai Bawaslu tidak pernah serius dalam menyikapi 30% partisipasi perempuan sebagai aktor penyelenggara pemilu” ucapnya.
Disisi lain, Ketua KIPP mengingatkan Bawaslu Majalengka untuk melakukan kajian mendalam untuk penyelenggara terpilih terkait dengan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 tahun 2017 Huruf (m) yang menjelaskan penuh waktu sangat menekankan selama menjadi anggota penyelenggara tidak memiliki profesi lainnya.
“Kami tentu akan terus menindaklanjuti kasus-kasus soal profesi, karena ini terjadi berulang kali. Jadi kalau ini sampai masuk DKPP lagi kami berharap Bawaslu memiliki sangksi lebih berat agar pihak yang bersangkutan tidak menganggap remeh sebuah sangksi” Harap Hamzah. (AG).