Sumbawa Barat -- Puluhan Eks karyawan Batu Hijau yang tergabung dalam Forum Gerakan Peduli Investasi (FGPI), menegaskan komitmennya untuk siap mendukung investasi di Kabupaten Sumbawa Barat. Dukungan itu disampaikan, merespon maraknya informasi yang bersileweran di berbagai platform media massa dan media sosial terkait investasi di Bumi Pariri Lema Bariri ini.
“Teman teman Eks Karyawan Batu Hijau yang tergabung dalam FGPI, menyatakan siap mendukung investasi selama itu tidak bertentangan dengan UU dan menguntungkan untuk kesejahteraan masyarakat Sumbawa Barat,” ujar Humas FGPI, Leo Supardinata, dalam jumpa pers, Sabtu siang (31/12).
Ia menjelaskan, FGPI kedepan akan menjadi penyeimbang atas berbagai informasi yang menjadi konsumsi public selama ini. Menurutnya, informasi yang beredar selama ini tidak berimbang dan berpotensi menyebabkan terjadinya gesekan di tengah tengah masyarakat.
“Kita tidak ingin isu yang berkembang akan memicu terjadinya kegaduhan. Apalagi ada narasi yang menginginkan perusahaan di Batu Hijau ditutup, dengan berbagai dalih yang perlu diuji kebenarannya. Saya tegaskan, ini narasi yang keliru karena masyarakat merasakan sendiri bagaimana dampak ekonomi akibat adanya investasi tambang,” tegas Leo, sapaan akrabnya.
Berbagai informasi yang beredar saat ini, dimunculkan oleh kelompok masyarakat yang mengklaim dirinya sebagai refresentasi masyarakat dan mantan karyawan Batu Hijau. Gerakan itu kata Leo, perlu juga dipertanyakan masyarakat mana dan eks karyawan mana saja yang diwakili, karena banyak juga eks karyawan Batu Hijau yang justeru memiliki pandangan yang berbeda.
“Sebagai negara demokrasi, adanya gerakan dan perbedaan pendapat sebenarnya sah sah saja. Namun perlu diingat, jangan sampai informasi itu menyesatkan, apalagi berbicara atas nama masyarakat dan membeberkan data data. Sehingga, kami kedepan akan melakukan validasi data yang beredar di masyarakat sebagai data pembanding,” ungkap Leo.
Disamping itu, Leo juga mempertanyakan keterlibatan mahasiswa dalam berbagai aksi demonstrasi di berbagai daerah luar Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia menduga, keterlibatan mahasiswa itu syarat kepentingan.
“Mereka menyuarakan agar mendesak perusahaan tambang ditutup. Padahal mereka belum tentu paham dengan apa yang mereka suarakan, terutama berbicara dampak apabila perusahaan tambang ditutup,” jelas Leo.
Atas berbagai keprihatinan tersebut, Leo juga mendorong pemerintah, baik dilevel daerah hingga pusat, agar angkat bicara merespon isu yang berkembang di masyarakat. Ketegasan pemerintah, kata Leo, akan memberi ruang informasi ideal yang diterima masyarakat.
“Kami merasa prihatin, untuk itu kami mendorong pemerintah baik eksekutif maupun legislatif untuk secara jelas dan tegas memberikan klarifikasi atas berbagai isu yang berkembang, sehingga tidak bias dan meresahkan,” tandas Leo. (red).